BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Perekonomian modern yang semakin kompeks dengan tingkat
persaingan yang tinggi maka pengelolaan aktivitas perusahaan secara efektif dan
efisien merupakan prasyarat utama agar
perusahaan memiliki daya saing yang tinggi dan kemampuan memperoleh laba.
Di dalam perusahaan yang melakukan penjualan secara
kredit berarti perusahaan mengadakan piutang. Semakin besar proposi dan jumlah
kredit, semakin besar pada piutang yang dimiliki perusahaan. Apabila para
pelanggan tidak merubah kebiasaan dalam melunasi hutang mereka, maka akan
timbul piutang bagi perusahaan. Besar kecilnya piutang yang dimiliki perusahaan
akan mempengaruhi kondisi perusahaan dalam menjalankan aktivitasnya.
Dalam kaitannya dengan uraian diatas, maka PT PERTAMINA
(Persero) merupakan perusahaan BUMN yang bergerak di bidang Minyak dan Gas
melakukan sistem penjualan tunai yang sasarannya adalah peningkatan penjualan
guna mencapai profit margin. Di samping itu perusahaan menggunakan penjualan
secara kredit. Salah satu contohnya yaitu kepada perusahaan pemerintah seperti
TNI.
Salah satu fungsi utama Babek TNI dalam melaksanakan
pembekalan materil TNI terpusat adalah merumuskan dn menyiapkan tata cara dan
pertanggungjawaban pengadaan dan distribusi materil TNI secara terpusat sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bahan bakar minyak dan
Pelumas merupakan salah satu unsur penting dalam sistem dukungan logistik dan
mempunyai nilai strategis, karena merupakan unsur energi dan bekal pemeliharaan
guna menjamin kesiapan alat utama / alat peralatan TNI.
PT PERTAMINA (Persero) Region VII menangani penagihan
piutang kepada TNI untuk wilayah Sulawesi, Maluku dan Papua. Untuk menangani
hal tersebut PT PERTAMINA (Persero) Region VII dan TNI melakukan sebuah kerja sama
yaitu pembelian bahan bakar minyak dan pelumas secara kredit.
PT PERTAMINA (Persero) selalu berusaha memenuhi kebutuhan
BMP dari TNI yang selalu memerlukan bahan bakar tersebut dengan jumlahnya
sangat besar dan waktu yang berkesinambungan, dengan adanya prosedur
administrasi penagihan piutang, maka pihak manajemen dapat mengetahui bagaimana
prosedur-prosedur yang harus dipenuhi dan batas-batas kewenangan yang diberikan
dalam penagihan piutang, sehingga pihak manajemen dapat melakukan pengawasan
dan pengendalian sesuai dengan ketentuan dan kewenangan yang diberikan. Selain
itu pihak manajemen juga dapat mengevaluasi kinerja akhir periode untuk
menganalisa penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dan mencari jalan keluarnya
sehingga tidak terulang lagi pada periode berikutnya.
Oleh karena itu, penting bagi kami untuk meneliti tentang
prosedur administrasi penagihan piutang PT PERTAMINA (Persero) Region VII di
lingkungan TNI, karena tanpa adanya prosedur administrasi penagihan piutang, PT
PERTAMINA (Persero) Region VII tidak dapat mengetahui berapa banyak kuantiti
produk yang dibeli serta harga yang diberikan oleh PT PERTAMINA (Persero) atas
produk yang dibeli dan waktu pengambilan produk dan pembayaran piutang tidak
diketahui dengan pasti.
Dari uraian latar belakang diatas dan hasil dari praktek magang
di perusahaan tersebut, maka penulis memutuskan untuk membuat laporan mengenai “Prosedur Administrasi Penagihan Piutang
PT. PERTAMINA (PERSERO) REGION VII di Lingkungan TNI”. Namun, kami
menyadari bahwa keterbatasan yang dihadapi terutama waktu yang relatif singkat
dan pembahasan tentang penagihan piutang cukup luas, maka laporan ini hanya
berfokus pada Prosedur Administrasi Penagihan Piutang PT PERTAMINA (Persero)
Region VII di Lingkungan TNI.
B.
Sejarah Singkat Perusahaan
Pertamina adalah perusahaan minyak dan gas bumi yang
dimiliki Pemerintah Indonesia (National Oil Company), yang berdiri sejak
tanggal 10 Desember 1957 dengan nama PT. Permina. Pada tahun 1961, perusahaan
ini berganti nama menjadi PN Permina dan setelah merger dengan PN Pertamina
ditahun 1968, namanya berubaah menjadi PN Pertamina. Dengan gulirnya UU No. 8
Tahun 1971 sebutan perusahaan menjadi Pertamina. Sebutan ini tetap dipakai
setelah Pertamina berubah status hukumnya menjadi PT. Pertamina (Persero) pada
tanggal 17 September 2003 berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22
tahun 2001 pada tanggal 23 November 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Pendirian
perusahaan ini dilakukan menurut ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam UU
No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan terbatas, Peraturan Pemerintah No 12 Tahun
1998 tentang Perusahaan Perseroan (Persero), dan Peraturan Pemerintah No. 45
Tahun 2001 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun1998 dan
peralihannyaa berdasarkan PP No. 31 Tahun 2003 “Tentang Pengalihan Bentuk
Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara (PERTAMINA) Menjadi
Perusahaan Perseroan (PERSERO)”. Sesuai
dengan akta pendiriannya, maksud dari Perusahaan Persero adalah untuk
menyelenggaraakan usaha dibidang minyak dan gas bumi, baik didalam maupun
diluar negeri serta kegiatan usaha lain yang terkait atau menunjang kegiatan
usaha di bidang minyak dan gas bumi tersebut. Adapun tujuan dari Perusahaan
Perseroan adalah untuk:
1.
Mengusahakan
keuntungan berdasarkan prinsip pengelolahan Perseroan secara efektif dan
efisien.
2.
Memberikan
kontribusi dalam meningkatkan kegiatan ekonomi untuk kesejahteraan dan
kemakmuran rakyat. Untuk mencapai maksud dan tujuan tersebut, Perseroan
melaksanakan kegiatan usaha sebagai berikut:
·
Menyelenggarakan
usaha di bidang minyak dan gas bumi beserta hasil olahan dan turunannya.
·
Menyelenggarakan
kegiatan usaha di bidang panas bumi yang ada pada saat pendiriannya, termasuk
Pembangkit Listrik Tenagan Panas Bumi (PLTP) yang telah mencapai tahap akhir
negosiasi dan berhasil menjadi milik Perseroan.
·
Melaksanakan
pemasaran Liquified Natural Gas (LNG) dan produk yang dihasilkan dari kilang
LNG.
·
Menyelenggarakan
kegiatan usaha lain yang terkait atau menunjang kegiatan usaha sebagaimana yang
dimaksud dalam nomor 1, 2, dan 3.
Sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang MIGAS baru,
Pertamina tidak lagi menjadi satu-satunya perusahaan yang monopoli industri
MIGAS, melainkan kegiatan usaha minyak dan gas bumi diserahkan kepada mekanisme
pasar.
Visi dan Misi Perusahaan
Visi : Menjadi
perusahaan minyak nasional kelas dunia.
Misi : Menjalankan
usaha inti minyak, gas, dan bahan bakar nabati secara terintegrasi, berdasarkan
prinsip-prinsip komersial yang kuat.
Kuliah Kerja Lapangan yang
dilakukan selain untuk menjalin relevansi pendidikan sesuai konsentrasi yang
dibina juga memperoleh umpan balik yang sangat berharga dalam rangka
pengembangan di masa mendatang, di mana diharapkan dapat menjadi sasaran
pengangan bagi mahasiswa atau menjadi langkah awal untuk memperoleh pengalaman
kerja.
C.
Sejarah PT. PERTAMINA (Persero) Region VII
PT
PERTAMINA (Persero) Region VII Makassar atau yang biasa disebut PT PERTAMINA
(Persero) Upms VII Makassar, merupakan satu dari delapan unit operasi pemasaran
di lingkungan Direktorat Pemasaran dan Niaga (Dit. PDN) PT PERTAMINA (Persero)
yang dibentuk oleh Kantor Pusat PERTAMINA tanggal 30 Oktober 1978 Direktur
Utama PT PERTAMINA Joede Sumbono dan dimiliki 100% sahamnya oleh pemerintah.
Pada
awalnya unit ini disebut Unit Pembekalan dan Pemasaran Dalam Negeri UPPDN),
memiliki wilayah yang cukup luas mencakup wilayah Sulawesi, Nusa Tenggara,
Timor-Timur, Maluku dan Irian Jaya. Namun demikian sejalan dengan semakin
tingginya permintaan BBM dan pertumbuhan pembangunan di Kawasan Indonesia Timur,
maka pemekaran dari Unit Pembekalan tersebut perlu dilakukan agar lebih
terlokalisir pada suatu wilayah. Saat ini Upms VII hanya meliputi wilayah
Sulawesi yaitu 7 propinsi yaitu Propinsi Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah,
Gorontalo, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat.
Sejak
1987 – 2005, Upms VII menyalurkan produk BBM bersubsidi yang merupakan
penugasan pemirintah nirlaba berdasarkan UU No. 8 tahun1971 dengan sistem cost dan fee. Penentuan BBM bersubsidi yang disalurkan yaitu berdasarkan
pembahasan Pemerintah dan DPR, sehingga Upms VIImenyalurkan BBM bersubsidi
sesuai kuota yang diterima dari Direksi PERTAMINA. Selain itu, Upms VII juga
memasarkan produk-produk Non Subsidi yang berorientasikan laba. Upms VII
mendapatkan suplai / pasokan dari kilang – kilang utama di dalam negeri seperti
Kilang Balikpapan, Kilang Balongan, Kilang Plaju dan Kilang Cilacap.
Upms
VII dipimpin General Manajer yang membawahi 8 fungsi yaitu Penjualan,
Pengadaan, Teknik, PKK/Marine, Sekuriti, LK3 dan Umum. Satu kantor cabang yang
berkoordinasi dengan 1 fungsi Internal Audit seperti yang tergambar dalam
struktrur organisasi. Setiap jabatan dalam struktur organisasi. Setiap jabatan
dalam struktur organisasi disertai jabatan untuk mengatur tugas masing-masing
personal di dalam organisasi.
Struktur Organisasi dan Pembagian Tugas
a.
Struktur Organisasi
PT Pertamina (Persero) Region VII merupakan salah satu
perusahaan BUMN yang memiliki tugas untuk menjalankan program-program
pemerintah. Gambaran secara sistematik guna menjelaskan hubungan antara
bagian-bagian terutama dalam pembagian tugas dan tanggung jawab sangat
dibutuhkan dalam suatu badan. Berikut akan disajikan struktur organisasi PT
PERTAMINA (Persero) Region VII untuk menggambarkan hubungan antara
bagian-bagian yang dimaksud.
b.
Pembagian Tugas
v
Manager, Marketing
Finance Offsite Support Region VII :
Merencanakan, menganalisis dan mengevaluasi kegiatan administrasi operasi
keuangan meliputi kegiatan pengolahan cash on hand, transaksi penerimaan
setoran pelanggan, Account Payable, Perpajakan, Arus Produk dan Account
Receivable untuk memastikan proses bisnis yang menjadi tanggung jawab TBBM
terselenggara sesuai dengan pedoman perusahaan.
v
Assitant Manager
Bussiness Support
Merencananakan,
mengarahkan, mengendalikan, dan mengevaluasi kegiatan Finance Bussiness Support
meliputi anggaran, perpajakan, laporan manajemen, dan pengelolaan dana untuk
memastikan proses bisnis Finance Bussiness Support di Finance Region terselenggara
sesuai dengan pedoman perusahaan.
·
Senior Supervisor,
Budget & Costing
Mererencanakan,
menganalisis dan mengevaluasi kegiatan anggaran yang meliputi anggaran operasi
dan investasi untuk memastikan proses bisnis anggaran di Finance Region
terselenggara sesuai dengan pedoman perusahaan.
·
Senior Analyst, Tax
Advisory
Menganalisis
dan mengevaluasi kegiatan perpajakan meliputi pajak pusat, pajak daerah, dan
retribusi untuk memastikan kegiatan
perpajakan terselenggara sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku.
·
Senior Analyst,
Marketing Finance Perfomance :
Menyiapkan,
menganalisis, dan mengevaluasi data keuangan untuk memastikan laporan manajemen Finance Region diselesaikan tepat
waktu sesuai target yang telah ditetapkan serta berperan sebagai penghubung
antara fungsi keuangan dengan fungsi non keuangan di region unit dalam hal
penyediaan data dan indormasi keuangan untuk mendukung pengambilan keputusan
bisnis.
·
Supervisor, Cash
& Bank
Merncanakan,
menganalisis dan mengevaluasi kegiatan pengelolaan dana yang menjadi tanggung
jawab Finance Region untuk memastikan kelancaran operasional perusahaan.
v
Assistant Manager,
Product & AR Accounting
Merencanakan,
mengarahkan, mengendalikan dan mengevaluasi kegiatan akuntansi minyak yang
meliputi Quantity Accounting, AR Accounting untuk memastikan laporan arus
produk diselesaikan tepat waktu sesuai target, memastikan laporan AR sesuai
dengan ketentuan perusahaan, serta memastikan proses bisnis arus produk dan AR
menjadi tanggung jawab Finance Region terselenggara sesuai pedoman perusahaan.
·
Senior Supervisor,
Quantity Accounting :
Merencanakan,
menganalisis, dan mengevaluasi kegiatan quantity
accounting yang meliputi quantity
analysist untuk memastikan laporan arus produk yang menjadi tanggung jawab Finance Region terselenggara sesuai
dengan pedoman perusahaan.
·
Senior Supervisor,
Account Receivables
Merencanakan,
menganlisis dan mengevaluasi kegiatan AR accounting
terkait dengan pemerintah dan pelanggan komersial untuk memastikan laporan
AR sesuai dengan ketentuan perusahaan serta memastikan proses bisnis AR dan
kolektibilitas yang menjadi tanggung jawab finance
region terselenggara sesuai dengan pedoman perusahaan.
v
Assistant Manager,
Financial Accounting :
Merencanakan,
mengarahkan, mengendalikan dan mengevaluasi financial accounting yang meliputi
general accounting dan account payable / receivable untuk memastikan laporan
keuangan yang menjadi tanggung jawab finance
region disajikan secara wajar sesuai dengan standar akuntansi keuangan,
serta memastikan proses bisnis financial accounting di finance region,
terselenggara sesuai dengan pedoman perusahaan.
·
Senior Supervisor,
General Accounting :
Menganalisis
dan mengevaluasi kegiatan general accounting yang meliputi General Ledger,
Assets dan Material untuk memastikan laporan keuangan yang menjeadi tanggung
jawab finance region disajikan dengan wajar sesuai dengan standar Akuntansi
Keuangan, serta memastikan proses bisnis general accounting di finance region
terselenggara dengan pedoman perusahaan.
·
Senior Supervisor,
AP & Non Trade AR :
Menganalisis
dan mengevaluasi kegiatan keuangan meliputi AP non trade AR, dan AP-AR employee
untuk memasikan laporan AP-AR disajikan secara wajar sesuai standar akuntansi
keuangan, serta memastikan proses bisnis AP-AR non trade terselenggara dengan
pedoman perusahaan.
v
Senior Supervisor,
Finance TBBM Makassar
Merencanakan,
menganalisis dan mengevaluasi, kegiatan administrasi operasional keuangan,
meliputi kegiatan pengelolaan cash on hand, transaksi penerimaan setoran
pelanggan, Account Payable (AP), perpajakan, Arus Produk dan Account Receivable
(AR) untuk memastikan proses bisnis yang menjadi tanggung jawab TBBM dan
memastikan keakuratan Laporan Kas dan Bank.
v
Section Head
Marketing Financial Off-Site SA Maluku-Papua
Mengendalikan
dan mengarahkan kegiatan keuangan meliputi Bussiness Suport, Product & AR
Accounting, Financial Accounting untuk memastikan laporan keuangan yang menjadi
tanggung jawab Finance area Maluku-Papua disajikan secara wajar sesuai dengan
standar akuntansi keuangan, memastikan laporan manajemen diselesaikan tepat
waktu sesuai target yang ditetapkan, serta memastikan proses bisnis keuangan di
wilayah kerja finance area Maluku-Papua terselenggara sesuai dengan pedoman
perusahaan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian
Prosedur
Pengertian prosedur menurut Mulyadi
dalam bukunya yang berjudul Sistem
Akuntansi menyatakan bahwa:
“Prosedur adalah
suatu kegiatan yang melibatkan beberapa orang dalam
satu departemen atau lebih, yang dibuat untuk menjamin penanganan secara seragam transaksi
perusahaan yang terjadi secaraberulang-ulang”.
( 2000:5 )
Sedangkan menurut Azhar Susanto dalam
bukunya yang berjudul Sistem Informasi
Manajemen menyatakan bahwa:
“Prosedur adalah
rangkaian aktivitas atau kegiatan yang dilakukan secara
berulang-ulang dengan cara yang sama”.
( 2005:263 )
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan
bahwa prosedur adalah urutan kegiatan
atau aktivitas yang melibatkan beberapa orang dalam satu departemen atau lebih yang dilakukan
secara berulang-ulang dengan cara yang sama.
2.2
Pengertian Administrasi
Istilah administrasi berasal dari bahasa latin yaitu “Ad”
dan “ministrate” yang artinya pemberian jasa atau bantuan, yang dalam bahasa
Inggris disebut “Administration” artinya “To Serve”, yaitu melayani dengan
sebaik-baiknya.
Pengertian
administrasi dapat dibedakan menjadi 2 pengertian yaitu :
- Administrasi dalam arti sempit. Menurut Soewarno Handayaningrat mengatakan
“Administrasi
secara sempit berasal dari kata Administratie
(bahasa Belanda) yaitu meliputi kegiatan cata-mencatat, surat-menyurat,
pembukuan ringan, keti-mengetik, agenda dan sebagainya yang bersifat teknis
ketatausahaan”(1988:2).
Dari definisi tersebut dapat
disimpulkan administrasi dalam arti sempit merupakan kegiatan ketatausahaan
yang mliputi kegiatan cata-mencatat, surat-menyurat, pembukuan dan pengarsipan
surat serta hal-hal lainnya yang dimaksudkan untuk menyediakan informasi serta
mempermudah memperoleh informasi kembali jika dibutuhkan.
2. Administrasi dalam arti luas. Menurut The Liang Gie
mengatakan “Administrasi secara luas
adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh sekelompok orang dalam suatu kerjasama
untuk mencapai tujuan tertentu”(1980:9).
Administrasi secara luas dapat
disimpulkan pada dasarnya semua mengandung unsur pokok yang sama yaitu adanya
kegiatan tertentu, adanya manusia yang melakukan kerjasama serta mencapai
tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.
Pendapat
lain mengenai administrasi dikemukan oleh Sondang P. Siagian
mengemukakan “Administrasi adalah keseluruhan proses kerjasama antara 2
orang atau lebih yang didasarkan atas rasionalitas tertentu untuk mencapai
tujuan yang telah ditentukan sebelumnya” (1994:3). Berdasarkan uraian dan
definisi tersebut maka dapat diambil kesimpulan bahwa administrasi adalah
seluruh kegiatan yang dilakukan melalui kerjasama dalam suatu organisasi
berdasarkan rencana yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan.
2.3
Penagihan
Menurut Muda (2006:512), Penagihan adalah meminta atau memperingatkan
kepada orang yang punya hutang untuk membayar hutangnya, memperingatkan
atau mendesak agar membayar iuran tersebut,menuntut agar melaksanakan janji
(pernyataan dsb). Menurut
Daryanto (1998:532), Penagihan adalah proses, pembuatan,
cara menagih, permintaan (peringatan dan sebagainya) supayamembayar
hutang dan sebagainya, tuntutan supaya memenuhi janji.
Berdasarkan
definisi diatas dapat disimpulkan bahwa penagihan adalah
suatu hal yang dilakukan untuk memberi peringatan kepada orang agar membayar hutang atau memenuhi perjanjian yang telah
ditetapkan sebelumnya.
2.4
Pengertian Piutang
Piutang merupakan harta perusahaan atau
koperasi yang timbul karena terjadinya transaksi penjualan secara kredit atas
barang dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan. Menurut Rusdi Akbar (2004:199)
menyatakan bahwa pengertian piutang meliputi semua hak atau klaim perusahaan
pada organisasi lain untuk menerima sejumlah kas, barang, atau jasa di masa
yang akan datang sebagai akibat kejadian pada masa yang lalu.
Menurut Warren Reeve dan Fess
(2005:404) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan piutang adalah sebagai berikut
: ”Piutang meliputi semua klaim dalam bentuk uang terhadap pihak lainnya,
termasuk individu, perusahaan atau organisasi lainnya”.
Menurut
Mohammad Muslich (2003:109) mengemukakan yang dimaksud dengan piutang adalah
sebagai berikut : ”Piutang terjadi karena penjualan barang dan jasa tersebut
dilakukan secara kredit yang umumnya dilakukan untuk memperbesar penjualan”.
Sedangkan
menurut M.Munandar (2006:77) yang dimaksud dengan piutang adalah sebagai
berikut : ”Piutang adalah tagihan perusahaan kepada pihak ain yang nantinya
akan dimintakan pembayarannya bilamana telah sampai jatuh tempo”.
Dari beberapa
definisi yang telah diungkapkan diatas,dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud
dengan piutang adalah semua tuntutan atau tagihan kepada pihak lain dalam
bentuk uang atau barang yang timbul dari adanya penjualan secara kredit.
Klasifikasi
Piutang
Piutang merupakan aktiva lancar yang diharap[kan dapat dikonversi menjadi kas
dalam waktu satu tahun atau dalam satu periode akuntansi. Piutang pada umumnya
timbul dari hasil usaha pokok perusahaan. Namun selain itu, piutang juga dapat
ditimbulkan dari adanya usaha dari luar kegiatan pokok perusahaan.
Warren Reeve
dan Fess mengklasifikasikan piutang kedalam tiga kategori yaitu piutang usaha,
wesel, tagih, dan piutang lain-lain sebagai berikut :
1.
Piutang Usaha
Piutang usaha timbul dari penjualan secara kredit agar
dapat menjual lebih banyak produk atau jasa kepada pelanggan. Transaksi paling
umum yang menciptakan piutang usaha adalah penjualan barang dan jasa secara
kredit. Piutang tersebut dicatat dengan mendebit akun piutang usaha. Piutang
usaha semacam ini normalnya diperkirakan akan tertagih dalam periode waktu yang
relative pendek, seperti 30 atau 60 hari. Piutang usaha diklasifikasikan di
neraca sebagai aktiva lancar.
2.
Wesel Tagih
Wesel tagih adalah jumlah yang terutang bagi pelanggan di
saat perusahaan telah menerbitkan surat utang formal. Sepanjang wesel tagih
diperkirakan akan tertagih dalam setahun. Maka biasanya diklasifikasikan dalam
neraca sebagai aktiva lancar. Wesel biasanya digunakan untuk periode kredit
lebih dari 60 hari. Wesel bisa digunakan untuk menyelesaikan piutang usaha
pelanggan. Bila wesel tagih dan piutang usaha berasal dari transaksi penjualan
maka hal itu kadang-kadang disebut piutang dagang (trade receivable)
3.
Piutang
lain-lain
Piutang lain-lain biasanya disajikan secara terpisah
dalam neraca. Jika p[iutang ini diharapkan akan tertagih dalam satu tahun, maka
piutang tersebut diklasifikasikan sebagai aktiva lancar. Jika penagihannya
lebih dari satu tahun maka piutang ini diklasifikasikan sebagai aktiva tidak
lancar dan dilaporkan dibawah judul investasi. Piutang lain-lain (other receivable) meliputi piutang
bunga, piutang pajak, dan piutang dari pejabat atau karyawan perusahaan.
Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Besarnya Piutang
Piutang
merupakan aktiva yang penting dalam perusahaan dan dapat menjadi bagian yang
besar dari likuiditas perusahaan. Besar kecilnya piutang dipengaruhi oleh
beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah seperti yang
dikemukakan oleh Bambang Riyanto (2001:85-87) sebagai berikut :
a.
Volume
Penjualan Kredit
Makin besar proporsi penjualan kredit dari keseluruhan
penjualan memperbesar jumlah investasi dalam piutang. Dengan makin besarnya
volume penjualan kredit setiap tahunnya bahwa perusahaan itu harus menyediakan
investasi yang lebih besar lagi dalam piutang. Makin besarnya jumlah piutang
berarti makin besarnya resiko, tetapi bersamaan dengan iu juga memperbesar profitability.
b.
Syarat
Pembayaran Penjualan Kredit
Syarat pembayaran penjualan kredit dapat bersifat ketat
atau lunak. Apabila perusahaan menetapkan syarat pembayaran yang ketat berarti
bahwa perusahaan lebih mengutamakan keselamatan kredit daripada pertimbangan profitabilitas. Syarat yang ketat
misalnmya dalam bentuk batas waktu pembayaran yang pendek, pembebanan bunga
yang berat pada pembayaran piutang yang terlambat.
c.
Ketentuan
Tentang Pembatasan Kredit
Dalam penjualan kredit perusahaan dapat menetapkan batas
maksimal atau plafond bagi kredit yang diberikan kepada para langganannya.
Makin tinggi plafond yang ditetapkan bagi masing-masing langganan berarti makin
besar pula dana yang diinvestasikan dalam piutang. Sebaliknya, jika batas
maksimal plafond lebih rendah, maka jumlah piutang pun akan lebih kecil.
d.
Kebijaksanaan
Dalam Mengumpulkan Piutang
Perusahaan dapat menjalankan kebijaksanaan dalam
pengumpulan piutang secara aktif atau pasif. Perusahaan yang menjalankan
kebijaksanaan secara aktif, maka perusahaan harus mengeluarkan uang yang lebih
besar untuk membiayai aktivitas pengumpulan piutang, tetapi dengan menggunakan
cara ini, maka piutang yang ada akan lebih cepat tertagih, sehingga akan lebih
memperkecil jumlah piutang perusahaan. Sebaliknya, jika perusahaan menggunakan
kebijaksanaan secara pasif, maka pengumpulan piutang akan lebih lama, sehingga
jumlah piutang perusahaan akan lebih besar.
e.
Kebiasaan
Membayar Dari Para Langganan
Kebiasaan para langganan untuk membayar dalam periode
cash discount akan mengakibatkan jumlah piutang lebih kecil, sedangkan
langganan membayar periode setelah cash discount akan mengakibatkan jumlah
piutang lebih besar karena jumlah dana yang tertanam dalam piutang lebih lama
untuk menjadi kas.
BAB III
PEMBAHASAN
A.
Prosedur
Administrasi
Dalam prosedur penagihan piutang oleh PT PERTAMINA
(Persero) di lingkungan TNI merupakan suatu aturan yang telah diketahui dan
disepakati oleh kedua pihak dengan menggunakan dasar hukum yaitu :
a.
Peraturan Menteri
Pertahanan RI No. PER/06/M/XII/2005 tanggal 22 Desember 2005 tentang Sistem
Keuangan Negara di lingkungan Dephan dan TNI.
b.
Surat Edaran
Menteri Pertahanan No. SE/6/1/2002 tanggal 31 januari 2002 tentang Proses
Penyelesaian Administrasi Pembiayaan yang dilaksanakan secara terpusat dan
dipusatkan.
c.
Surat Keputusan
Pangab Nomor Skep/191/III/1990 tanggal 28 Maret 1990 tentang Tata cara
Pengolahan BMP di lingkungan ABRI.
d.
Buku Petunjuk
Teknis Kababek TNI NO : Bujukunis/145/X/2005 tanggal 27 Oktober 2005 tentang
pedoman Penomoran Surat Alokasi BMP (SA), Surat Perintah Penyaluran (SP2M),
Surat Perintah Pelaksanaan Pengambilan BMP (SP3M) dan Kode Satuan Pemakai
(Satkai) BMP di lingkungan TNI Dephan.
e.
Surat Persetujuan
Bersama (SPB) antara TNI dan Pertamina.
B.
Mekanisme Pelaksanaan Pencocokan dan Penelitian BMP
Setelah TNI
mengambil produk BMP di Pertamina, maka akan dilakukan suatu kegiatan yang
namanya COKLIT (pencocokan dan penelitian) bertujuan untuk mengetahui kebenaran
penerimaan fisik BMP dari PERTAMINA serta untuk mempercepat proses tersebut dan
menghindari kesalahan admistrasi dalam pengolahan BMP antara PT PERTAMINA
Region VII dengan TNI selaku penerbit Surat Alokasi.
a.
Pengambilan BMP
Sebelum pihak TNI mengambil produk BMP, harus melakukan
kontrak terlebih dahulu. Dimana kontrak tersebut dibuat di lingkungan TNI pusat
dengan pihak Pertamina pusat. Ketika pihak Pertamnina Upms VII bagian industri
& Marine menerima SP2M dari TNI pusat, maka pihak TNI setempat juga juga
akan menyerahkan SP2Mnya kepada bagian industri & marine yang kemudian akan
dicocokkan. Setelah itu, maka akan dikeluarkan SP3M, yang akan digunakan TNI
untuk mengambil BMP di Depot/DPPU/ Instalasi/Terminal Transit yang telah
ditentukan.
Dalam kondisi darurat, dimungkinkan
pengambilan BMP mendahului SA (Surat Alokasi BMP) dengan syarat didukung Surat
Pinjaman yang diterbitkan oleh Satkai-I dan surat persetujuan dari Pertamina
Pusat (BBM Industri & Marine, Aviasi dan Pelumas)
b.
Penagihan BMP
Setiap sepuluh harian Depot/DPPU/Instalasi/Terminal
Transit Upms VII membuat Rekapitulasi Penyerahan Produk menggunakan formulir
dengan kode PB-221, yaitu bukti penyerahan produk yang berisi rekapitulasi
penyerahan BMP kepada TNI perharian per SP3M dan ditandatangani oleh pihak
PERTAMINA. Lalu dipisahkan per Angkatan, per SP3M, per BBM dan Non BBM serta
ditanda tangani Ka Depot/DPPU/Instalasi/Terminal Transit Pertamina.
c.
Pencocokan dan
penelitian (Coklit) di Satkai dan Upms/Depot/DPPU
Pencocokan dan penelitian di tingkat Satkai-II dilakukan
antara Upms VII PERTAMINA dengan Satkai II ( TNI-AD, TNI AL, Dephan dan Mabes
TNI). Pada pelaksanaannya Ka. Satkai-II setelah menerima pemberitahuan
pelaksanaan Coklit dari Upms VII Pertamina, dan memerintahkan personilnya bersama-sama
melaksanakan pencocokan dan penelitian di Upms VII setempat untuk pengambilan
BMP bulan sebelumnya. Khusus untuk TNI-AU, Coklit dilaksanakan antara
Depot/DPPU/Instalasi/Terminal Transit Pertamina dengan Satkai-III.
Dokumen yang akan di Coklit adalah rekapitulasi
pengmbilan BMP yang dilampiri PB-221, PNBP-109 lembar-1 (Asli), serta Delivery
Receipt/Receipt for Bunker untuk pengisian langsung dari Pertamina ke pesawat
atau kapal laut dengan ketentuan yang talah ditentukan.
Apabila dari pihak TNI meminta rincian dokumen, maka akan
di berikan juga dokumen invoice (dokumen yang digunakan sebagai pernyataan
tagihan yang harus dibayar oleh customer dalam bentuk sederhana dikenal dengan
nama BON ) serta faktur pajaknya.
Apabila pada saat Coklit terdapat dokumen yang tidak
sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan, maka Upms VII akan
mengkoordinasikan Depot/DPPU/Instalasi/Terminal Transit setempat dan dokumen
tersebut dikembalikaan untuk dilaksanakan perbaikan.
Hasil Coklit dengan Upms VII tersebut kemudian dibuatkan
rekapitulasi Pengambilan BMP. Hasil dan Rekapitulasi Pencocokan Penelitian
harus sudah diterima oleh Satkai-I paling lambat akhir bulan berikutnya.
d.
Penyusunan Berita
Acara Induk
Berdasarkan hasil Coklit yang dikirim oleh Satkai-II/III,
maka Satkai-I membuat Rekapitulasi hasil Coklit pengambilan BMP di jajarannya
dengan membandingkan jumlah kuantum antara BMP dan SP2M yang dikeluarkan.
Apabila terdapat selisih maka Unit Organisasi melaksanakan koordinasi dengan
Satkai di tingkat bawah dan Pertamina Pusat. Jika tidak ada kesalahan dan
selisih maka Rekapitulasi tersebut dijadikan sebagai dasar pembutan berita
pusat per unit organisasi.
Pertamina mengajukan Dokumen tagihan atas pengambilan BMP
TNI untuk satu triwulan kepada panglima TNI pada awal bulan kedua triwulan
berikutnya. Tagihan tersebut disusun dan dikelompokkan per unit organisasi.
Atas pengajuan tersebut, Kababek TNI membuat Surat Perintah untuk melaksanakan
penyusunan berita acara induk secara terpusat.
Apabila tidak terterdapat kesalahan dan delisih pada
Coklit maka tim masing-masing unit organisasi sesuai perintah Kababek membuat
berita acara induk. Berdasarkan Berita Acara Induk tersebut selesai, Kababek
TNI mengajukan rekomendasi atau usulan pembayaran kepada Dirjen Renhan Dephan.
e.
Prosedur
Penyelesaian Administrasi Pembayaran BMP
Pembayaran atas tagihan pengambilan BMP dari Pertamina
dilaksanakan secara terpusat berpedoman pada Surat Persetujuan Bersama.
Pelaksanaan pembayaran atas pengambilan BMP berdasrkan data pengambilan nyata
yang tercantum dalam PNBP-109, Delivery Receipt, Receipt for Bunker disertai
PB-221 yang sudah dilaksanakan Coklit serta dituangkan dalam berita acara induk
dan rekomendasi / usulan pembayaran yang dibuat oleh Babek TNI.
f.
Batas Kewenangan
Penagihan Piutang PT PERTAMINA Region VII
Berdasarkan
kegiatan pencocokan dan penelitian piutang di lingkungan TNI di atas, PT
PERTAMINA Region VII hanya bertindak sebagai Unit Pemasaran. Dimana, Upms VII
menerima semua dokumen pengambilan BMP dilingkungan TNI dari Depot/DPPU/Instalasi/Terminal
Transit yang merupakan wilayah Upms VII, begitu juga unit organisasi TNI yang
masuk dalam kawasan Sulawesi, Maluku dan Papua, kemudian berkas pengambilan
BMPnya akan diproses di PT Pertamina pusat bukan ke Unit Pemasaran.
III.2 Evaluasi atas Prosedur Penagihan Piutang di
Lingkungan TNI
Walaupun
dalam kegiatan Pencocokan dan Penelitian yang dilakukan oleh lingkungan TNI
memiliki prosedur dan tahap-tahap yang terorganisir, namun masih sering terjadi
kesalahan dalam pencatatan dan penyusunannya, yaitu :
·
Dalam pengiriman
berkas dari Depot/DPPU/Instalasi/Terminal Transit atas Pembelian BMP oleh TNI,
biasanya kan dikirmkan PB-221 maka dari Upms VII akan membuat invoicenya. Dalam
hal ini kadang nomor invoice yang ada pada PB-221 berbeda dengan dokumen
invoicenya, sehingga jika dicocokkan dengan data yang ada di komputer maka data
tidak ditemukan.
·
Sering terjadi
PB-221 yang kembar, hal ini juga dapat membuat pekerjaan jadi tidak efesien,
karena data yang telah dimasukkan bisa sampai 2-3 kali dengan data yang sama.
·
Dari pihak
Depot/DPPU/Instalasi/Terminal Transit setempat, kadang juga melakukan
pencatatan yang salah, sehingga menyebabkan perbedaan yang dapat menimbulkan
masalah.
·
Dari pihak
Depot/DPPU/Instalasi/Terminal Transitsetempat juga sering mengirim dokumen yang
tidak lengkap sehingga harus menunggu dokumen tersebut dikirimkan kemudian
diproses lebih lanjut.
·
Khusus untuk produk
avtur, yang memiliki dokumen tambahan yaitu Delivery Receipt tapi terkadang
bila dikeluarkan langsung dari bunker maka dokumen tersebut tidak memiliki DR.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Dari
pembahasan diatas maka yang dapat kami simpulkan sebagai berikut.
1.
Dalam prosedur
pengihan piutang oleh PT Pertamina (Persero) di lingkungan TNI merupakan suatu
aturan yang telah diketahui dan di sepakati oleh kedua pihak dengan menggunakan
dasar hukum yaitu Surat Persetujuan Bersama antara TNI dan Pertamina.
2.
Setelah TNI
mengambil produk BMP di pertamina, maka akan dilakukan suatu kegiatan yang
namanya Coklit bertujuan unutk mengetahui kebenaran penerimaan fisik BMP dari
PERTAMINA serta untuk mempercepat proses tersebut dan menghindari kesalahan
administrasi dalam pengelolaan BMP antara PT. Pertamina (Persero) Region VII
(Upms VII) dengan TNI selaku penerbit Surat Alokasi.
3.
Pembayaran atas
tagihan pengambilan BMP dari Pertamina dilaksanakan secara terpusat berpedoman
pada Surat Persetujuan Bersama (SPB). Pelaksanaan pembayaran atas pengambilan
BMP berdasarkan data pengambilan nyata yang tercantum dalam PNBP-109, Delivery
Receipt, Receipt for Bunkir disertai PB221 yang sudah dilaksanakan COKLIT serta
diguanakan dalam berita acara Induk dan rekomendasi/usulan pembayaran yang
dibuat oleh Babek TNI.
4.
Walaupun dalam
kegiatan Pencocokan dan Penelitian yang dilakukan oleh lingkungan TNI memiliki
prosedur dan tahap-tahap yang terorganisasi, namun masih sering terjadi
kesalahan dalam pencatatan dan penyusunan, yaitu:
a.
Kadang nomer
invoice yang ada pada PB-221 berbeda dengan dokumen invoicenya.
b.
Sering terjadi
dokumen PB-221 yang kembar
c.
Kadang juga dari
pihak Depot/DPPU/Instalasi/ Terminal Transif dalam mengirimkan dokumen
penagihan piutang melakukan kesalahan pencatatan.
IV.2 Saran
Dari hasil observasi penagihan
piutang di lingkuang TNI, PT. Pertamina (persero) Region VII ( Upms VII )
memang telah memiliki prosedur administrasi yang telah terstruktur, namun masih
banyk hal yang baik untuk diperhatikan guna meminimalisasikan kemungkinan
terjadinya perbedaan yang dapat merugikan perusahaan. Solusi yang sebaiknya
dilakukan yaitu:
-
Dengan adanya
sebuah aplikasi yangt terintegrasi telah digunakan oleh PT. Pertamina, maka
mereka akan saling terkoneksi dan mengetahui atas setiap transaksi atau
kegiatan yang akan dilakuakan maupun
telah dilakukan. Oleh karena itu, baik di pihak Upms VII atau pihak
Depot/DPPU/Instalasi/ Teriminal Transit sebaikna memperhatikan data dengan
seksama sehingga tidak terjadi kekeliruan atau perbedaan pendapat dan pencatatan transaksi khususnya dalam
penagihan piutang di kalangan TNI.
-
Depot/DPPU/Instalasi/Terinal
Transit yng bertugasa membuat PB-221,
sebaiknya memperhatikan dokumennya. jangan sampai, yang telah dibuat ada (kembar).
-
Depot/DPPU/Instalasi/
Terminal Transit bertugas mengirmkan data enagihan BMP ke Umps VII, sebaiknya
memerisa kelengkapan kelengkapan dokumennya terlebih dahulu, sehingga dokumen
tersebut ketika sampai di Unit Pemasaran bisa langsung diproses.
-
Depot/DPPU/Instalasi/Terminal
Transit sebelu mengirimkan dokumen-dokumen ke Upms VII, sebaiknya dipisahkan
per angkatan, per SP3M, per BBM dan Non BBM. Sehingga, ketika dokumen tersebut
sampai ke Unit Pemasaran, akan lebih mudah untuk diproses.
-
Depot/DPPU/Instalasi/Terminal
Transit sebaiknya dalam mengirimkan data-data penagihan piutang BMP ke Upms VII
harus tepat waktu.
-
Waktu COKLIT dilakukan,
Upms VII selaku panitia pelaksanaan kegitan tersebut serta sebagai pihak yang
memproses dokumen penagihan piutang BMP untuk TNI sebaiknya melampirkan dokumen
Invoice dan faktur pajak untuk menjamin keakuratan data.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar