Jumat, 09 Desember 2011

Metode Penelitian

Tugas Metode Penelitian


PENELITIAN POSITIVISTIC

 PENGARUH DORONGAN MANAJEMEN LINGKUNGAN,MANAJEMEN LINGKUNGAN PROAKTIF DAN KINERJA LINGKUNGAN
TERHADAP PUBLIC ENVIRONMENTAL REPORTING

Muhammad Ja'far S.1
Universitas Islam Sultan Agung Semarang
Dista Amalia Arifah2
Universitas Islam Sultan Agung Semarang
Fenomena yang terjadi :
Sadar atau tidak, dampak faham ekonomi kapitalis telah banyak menjalar pada dunia industri modern dewasa ini. Banyak perusahaan yang menerapkan konsep maksimasi laba (salah satu dari konsep yang dianut kaum kapitalis) namun bersamaan dengan itu mereka telah melanggar konsensus dan prinsip-prinsip maksimasi laba itu sendiri. Prinsip-prinsip yang dilanggar tersebut antara lain adalah kaidah biaya ekonomi (economic cost), biaya akuntansi (accounting cost) dan biaya kesempatan (opportunity cost). Implikasi dari pelanggaran terhadap prinsip-prinsip tersebut diantaranya adalah terbengkalainya pengelolaan (manajemen) lingkungan dan rendahnya tingkat kinerja lingkungan serta rendahnya minat perusahaan terhadap konservasi lingkungan. Pelanggaran terhadap opportunity cost misalnya, telah memberi dampak yang signifikan bagi keberlanjutan (sustainability) lingkungan global.
Permasalahan lingkungan sekarang semakin menjadi perhatian yang serius, baik oleh konsumen, investor maupun pemerintah. Investor asing memiliki kecenderungan mempersoalkan masalah pengadaan bahan baku dan proses produksi yang terhindar dari munculnya permasalahan lingkungan, seperti: kerusakan tanah, rusaknya ekosistem, polusi air, polusi udara dan polusi suara. Senada dengan para investor, pemerintah mulai memikirkan kebijakan ekonomi makro-nya terkait dengan pengelolaan lingkungan dan konservasi alam.



Penelitian sebelumnya yang terkait :
Penelitian terdahulu oleh Cahyono (2002) terhadap perusahaan tekstil, jamu dan kosmetik, sabun mandi, pupuk dan gas sebagai perusahaan yang rentan terhadap lingkungan di Kota Semarang, hasilnya mengindikasikan bahwa sejumlah 66,7% dari perusahaan yang menjadi responden tidak berperan aktif dalam pembentukan Undang-undang / Peraturan mengenai lingkungan, baik secara individu maupun melalui asosiasi. Hasil lain mengindikasikan bahwa sebanyak 66,7% dari responden belum pernah mengikuti penyuluhan tentang Analisis mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Lebih lanjut, fakta empirik ini juga mengindikasikan rendahnya tindakan proaktif perusahaan dalam menciptakan kepedulian terhadap lingkungan.

Kepedulian kepada lingkungan sebenarnya juga muncul akibat berbagai dorongan dari pihak luar perusahaan (Berry dan Rondinelli, 1998), antara lain: pemerintah, konsumen, stakeholder dan persaingan. Untuk menindaklanjuti berbagai dorongan ini, maka perlu diciptakan pendekatan secara proaktif dalam meminimalkan dampak lingkungan yang terjadi. Hasil akhir tindakan proaktif manajemen lingkungan tersebut adalah terciptanya kinerja lingkungan perusahaan yang lebih baik.
Penelitian Pfleiger et al (2005) menunjukkan bahwa usaha-usaha pelestarian lingkungan oleh perusahaan akan mendatangkan sejumlah keuntungan, diantaranya adalah ketertarikan pemegang saham dan stakeholder terhadap keuntungan perusahaan akibat pengelolaan lingkungan yang bertanggungjawab dimata masyarakat. Hasil lain mengindikasikan bahwa pengelolaan lingkungan yang baik dapat menghindari klaim masyarakat dan pemerintah serta meningkatkan kualitas produk yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan keuntungan ekonomi.
Di sisi lain, sebagian perusahaan dalam industri modern menyadari sepenuhnya bahwa isu lingkungan dan sosial juga merupakan bagian penting dari perusahaan disamping usaha-usaha mencapai laba (Pflieger, et al, 2005). Lebih lanjut, Ferreira (2004) menyatakan bahwa persoalan konservasi lingkungan merupakan tugas setiap individu, pemerintah dan perusahaan. Sebagai bagian dari tatanan sosial, perusahaan seharusnya melaporkan pengelolaan lingkungan perusahannya dalam annual report. Hal ini karena terkait dengan tiga aspek persoalan pentingan: keberlanjutan aspek ekonomi, lingkungan dan kinerja sosial. Persoalannya memang pelaporan lingkungan dalam annual report, di sebagian besar negara termasuk Indonesia, masih bersifat voluntary. Di Indonesia sendiri, kewajiban pelaporan dampak linkungan yang ditetapkan oleh kementrian lingkungan hidup RI hanyalah merupakan pengungkapan yang bersifat non-publik (khusus terhadap insitusi pemerintah yang terkait).
Meskipun demikian, penelitian-penelitian yang berkaitan dengan pelaporan lingkungan (environmental disclosure) oleh perusahaan telah mengalami peningkatan yang signifikan sejak empat dekade terakhir (Bates, 2002; Welford, 1998). Secara umum, penelitian-penelitian mengenai environmental disclosure difokuskan pada hubungan antara kinerja lingkungan dengan environmental disclosure (Patten, 2002; Deegan dan Rankin, 1996), kualitas environmental disclosure (Cunningham & D. Gadenne, 2003; Gamble et al, 1995; Belal 2000), hubungan environmental disclosure dengan strategi (Niskanen dan Terhi Nieminen, 2001; Solomon dan Linda Lewis, 2002; Elkinton, 1994), dan perbandingan pelaporan environmental disclosure antar negara (Nyquist, 2003; Atkinton, 1999).
Review yang dilakukan oleh Berthelot, et al, (2003) menunjukkan bahwa penelitian mengenai hubungan antara environmental disclosure dengan kinerja keuangan cukup banyak dilakukan. Beberapa peneliti umumnya menggunakan variabel kinerja keuangan atau pasar modal sebagai prediktor bagi kinerja lingkungan atau environmental disclosure itu sendiri (lihat Stanwick dan Peter A. Stanwick, 2000; Reichardson dan Welker, 2001; Cormier dan Magnan, 2001). Di Indonesia sendiri penelitian yang menguji hubungan kedua variabel telah dilakukan oleh Susy (2005). Dari hasil investigasi penelitian terdahulu tersebut, nampak bahwa penelitian yang menggunakan variabel non keuangan sebagai prediktor kinerja lingkungan masih sangat dilakukan. Disamping itu, penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pengungkapan environmental performance dalam annual report juga masih sangat jarang dilakukan (Berthelot, et al, 2003).
Berry dan Rondinelli (1998) dan Pfleiger et al (2005) menyatakan bahwa kinerja lingkungan sangat dipengaruhi oleh sejauh mana dorongan terhadap pengelolaan lingkungan dilakukan oleh berbagai instansi khusunya instansi pemerintah. Kinerja lingkungan juga akan tercapai pada level yang tinggi jika perusahaan secara proaktif melakukan berbagai tindakan manajemen lingkungan secara terkendali. Berangkat dari pemikiran tersebut, penelitian ini dilakukan untuk mengeksplorasi variabel dorongan manajemen lingkungan dan manajemen lingkungan proaktif sebagai prediktor bagi kinerja lingkungan perusahaan. Selanjutnya, dengan adanya dorongan dan tindakan proaktif perusahaan dalam pengelolaan lingkungan serta adanya kinerja lingkungan yang tinggi, manajemen perusahaan diharapkan akan terdorong untuk mengungkapkan tindakan manajemen lingkungan tersebut dalam annual report.

Rumusan Masalah :
Berdasarkan uraian diatas maka dapat diambil suatu pengertian bahwa selama ini perusahaan tidak terlalu memperhatikan lingkungan perusahaan tersebut, sehingga dampak dari kurangnya perhatian kepada lingkungan tersebut sudah semakin nyata dalam kehidupan sehari-hari seperti bencana-bencana yang terjadi selama ini, baik itu yang menimpa perusahaan maupun diluar perusahaan yang sangat dirasakan oleh masyarakat. Permasalahan yang timbul dalam penbelitian ini yaitu, sejauh mana dorongan manajemen lingkungan dan manajemen lingkungan proaktif berpengaruh terhadap kinerja lingkungan, serta sejauh mana ketiga variabel tersebut mempengaruhi ada tidaknya environmental disclosure dalam annual report. Tujuan penelitian ini adalah mengungkap sejauh mana pengaruh dorongan manajemen lingkungan, manajemen lingkungan proaktif dan kinerja lingkungan mempengaruhi kinerja lingkungan, serta sejauh mana pola hubungan keempat variabel tersebut.

Grand Theory :
Teori utama yang dipakai dalam penelitian ini yaitu teori legitimacy yang merupakan Environmental disclosure. Manajemen perusahaan juga akan terdorong untuk melakukan pengungkapan environmental disclosure dalam annual report sebagai bagian dari tanggungjawab sosial perusahaan. Persoalan pengungkapan environmental disclosure dalam media publik seperti annual report merupakan hal penting bagi perusahaan ditinjau dari perspektif strategi dan tanggungjawab sosial terhadap publik.

Desain Penelitian :
            Jenis data dalam penelitian ini adalah data subyek untuk variabel dorongan manajemen lingkungan, manajemen lingkungan proaktif dan kinerja lingkungan, sedangkan untuk variabel public environmental disclosure merupakan data obyek. Sumber data penelitian adalah primer (untuk data subyek) dan sekunder (untuk data obyek).

Teknis Analisis Data :
Pengumpulan data dilakukan dengan dua cara: mail / electronic mail / direct survey (data subyek) dan literatur survey (data obyek). Penelitian ini dilakukan pada tahun 2006 dengan mengambil data dari perusahaan go public yang terdaftar di BEJ. Data public environmental disclosure diambil melalui annual report (2005) dan ICMD (2005). Pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive random sampling. Purposive ditentukan dengan kriteria perusahaan yang tergolong dalam industri manufaktur. Pertimbangan industri manufaktur digunakan karena industri ini paling potensial menghasilkan limbah dan pencemaran lingkungan dibanding perdagangan dan jasa. Dari 275 perusahaan yang tergolong dalam industri manufaktur dipilih 100 perusahan dengan cara random. Penentuan jumlah 100 perusahaan atas dasar teorema limit bahwa sampel minimal dalam suatu populasi adalah 30 untuk memenuhi distribusi normal. Dengan tingkat respon rate minimal 30%, maka jumlah sampel dianggap tercukupi jika pengiriman kuesioner dilakukan terhadap 100 responden. Dari 100 kuesioner yang dikirimkan via pos, 27 perusahaan memberikan jawaban lewat kuesioner, 9 perusahaan berhasil dihubungi untuk memberikan jawaban lewat wawancara langsung, dan 17 perusahaan menjawab via email. Total respon perusahaan adalah 53 perusahaan dengan respon rate 53%. Pengujian hipotesis pertama dilakukan dengan multiple  regression sedangkan untuk hipotesis kedua digunakan discriminant analysis. Penggunaan discriminant analysis dilakukan karena variabel dependent (ada tidaknya public environmental disclosure) merupakan variabel kategor, dan seluruh variabel independent memiliki distribusi normal








PENELITIAN NON-POSITIVISTIC

 MANAJEMEN LABA PADA PERUSAHAAN YANG MELANGGAR PERJANJIAN UTANG 1

NURUL HERAWATI
Politeknik YDHI Yogyakarta
ZAKI BARIDWAN
                 Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
  
Fenomena yang terjadi :
Pelanggaran terhadap batasan-batasan yang termuat dalam perjanjian utang merupakan hal yang menakutkan bagi manajemen. Hal ini dikarenakan pelanggaran perjanjian utang amat merugikan (Watts dan Zimmerman, 1986). Pelanggaran perjanjian cenderung dapat memberikan beban yang berat bagi perusahaan. Hal ini disebabkan perusahaan pelanggar perjanjian utang secara potensial menghadapi berbagai pinalti keuangan, seperti kemungkinan percepatan jatuh tempo utang, peningkatan dalam tingkat bunga, negosiasi ulang masa utang (Beneish dan Press 1995 dalam Fargher et al., 2001). Selain itu, pelanggaran awal atas perjanjian utang dikaitkan dengan peningkatan signifikan pada risiko sistematis dan non-sistematis (Fargher et al., 2001) dan menimbulkan kos pelanggaran yang substantial (Beneish dan Press, 1993).
Peneliti sebelumnya :
Beberapa studi sebelumnya telah menemukan indikasi bahwa manajer perusahaan yang mengalami tekanan keuangan, khususnya perusahaan dengan pelanggaran perjanjian utang akan menanggapi dengan pilihan kebijakan akuntansi yang meningkatkan laba yang dilaporkan yaitu DeFond dan Jiambalvo (1994); Sweeney (1994); Peltier-Rivest (1999); Jaggi dan Lee (2001); dan Rosner (2003). Sedangkan beberapa studi lain menyatakan bahwa manajer lebih mungkin melakukan manajemen laba yang menurunkan laba untuk menyoroti kesulitan keuangan perusahan yaitu DeAngelo et al. (1994); Jaggi dan Lee (2001) dan Saleh dan Ahmed (2005).
Penelitian-penelitian tersebut telah menginvestigasi secara empiris hipotesis perjanjian utang. Meskipun sejumlah besar studi pada bidang ini, hasilnya sebagian besar masih beragam. Di Indonesia, penelitian pada bidang ini sangat terbatas dimana isunya sedikit berbeda (yaitu perusahaan yang mengalami masalah seperti Surifah 2001; Amanah 2002; Syam 2004; dan Kusumawati dan Sasongko 2005) serta perusahaan yang memiliki kontrak perjanjian utang (Andriyani, 2004) dan hasilnya pun masih beragam. Hasil menunjukkan bahwa ada yang tidak berhasil menemukan indikasi manajemen laba ketika perusahaan bermasalah (Amanah 2002; Syam 2004); ada yang menemukan indikasi manajemen laba yang meningkatkan laba ketika dalam kondisi bermasalah (Djakman 2003; Kusumawati dan Sasongko 2005) dan ada juga yang menemukan indikasi manajemen laba yang menurunkan laba yang dilaporkan (Kusumawati dan Sasongko, 2005). Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk memberikan bukti empiris mengenai pola praktik manajemen laba yang dilakukan oleh perusahaan yang melanggar perjanjian utang dan mengenai apakah perusahaan yang melanggar perjanjian utang melakukan manajemen laba lebih besar daripada perusahaan yang tidak melanggar perjanjian utang, dengan cara menguji kembali praktik manajemen laba yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang melanggar perjanjian utang.
Rumusan Masalah :
Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1.    Bagaimana mengatasi pelanggaran-pelanggaran terhadap batasan-batasan yang termuat dalam perjanjian utang yang  merupakan hal  menakutkan bagi manajemen.
2.    Bagaimana mengatasi pelanggaran perjanjian cenderung dapat memberikan beban yang berat bagi perusahaan.
3.    Bagaimana mengatasi pelanggran awal atas perjanjian utang dikaitkan dengan peningkatan signifikan pada risiko sistematis dan non-sistematis dan menimbulkan kos pelanggaran yang substantial.
Grand Theory :
Teori yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teori keagenan  dimana dalam hal kontrak utang, perusahaan merupakan agen dan kreditur sebagai prinsipal. Dengan begitu, perusahaan sebagai agen berkeinginan memaksimumkan dirinya tetapi ia tetap selalu berusaha memenuhi kontrak. Dalam pelaksanaannya, terdapat dua kemungkinan yang dapat terjadi yaitu perjanjian utang dipenuhi sesuai dengan yang diperjanjikan atau perjanjian utang dilanggar.
Perusahaan yang memenuhi perjanjian utangnya akan mendapatkan penilaian kinerja yang baik dari kreditur. Hal ini karena perjanjian utang digunakan oleh pemberi pinjaman komersial sebagai sistem peringatan awal untuk memberikan sinyal masalah-masalah keuangan peminjam. Ketika suatu perjanjian dilanggar maka sebaliknya, perusahaan akan mendapatkan penilaian kinerja yang buruk dari kreditur.
Desain Penelitian :
Populasi penelitian ini terdiri dari semua perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Metoda pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling dengan kriteria sebagai berikut: 1) Perusahaan-perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEJ perioda amatan 2000-2004. Alasan penggunaan perioda ini adalah untuk mengeluarkan perioda krisis yang pernah terjadi di Indonesia yaitu perioda 1997. Sampel juga dibatasi hanya perusahaan manufaktur karena perusahaan non-manufaktur akan memiliki karakteristik yang berbeda. 2) Perusahaan yang melakukan pelanggaran perjanjian utang serta menyatakannya di catatan laporan keuangannya atau dinyatakan dalam laporan auditor independen. 3) Perusahaan yang mengungkapkan perjanjian utang-rasio keuangan dan tidak menyatakan pelanggaran perjanjian utang diklasifikasikan sebagai perusahaan kontrol. Informasi tentang tidak melanggarnya perusahaan kontrol ini dicek melalui catatan laporan keuangan dan laporan auditor independen. 4) Perusahaan memiliki data sembilan tahun yaitu lima tahun mulai t-2 sampai t-6 merupakan perioda estimasi sedangkan t-1, t dan t+1 merupakan perioda kejadian.i 5) Perusahaan-perusahaan yang datanya tidak lengkap dikeluarkan dari sampel.
Data yang digunakan adalah: (a) data pelaporan perusahaan mengenai pernyataan kepatuhan dan pelanggaran perjanjian utang yang terkait dengan rasio keuangan serta pembayaran pokok dan bunga, dinyatakan pada catatan laporan keuangan dan laporan auditor independen dan (b) data untuk perhitungan akrual dapat diperoleh dari laporan tahunan dan Indonesian Capital Market Directory.
Teknik Analisi Data :
Pertama dilakukan uji asumsi klasik diperlukan untuk memperoleh parameter-parameter dari persamaan regresi yang akan digunakan untuk menghitung nilai non-discretionary accruals. Kedua, uji hipotesis dengan menggunakan uji beda pada perioda sebelum dan saat terjadi pelanggaran utang. Sebelum menentukan alat uji beda parametrik atau nonparametrik yang akan digunakan pada pengujian hipotesis satu dan dua maka dilakukan uji normalitas data untuk menentukan alat uji yang digunakan.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar