Tugas
Metode Penelitian
PENELITIAN POSITIVISTIC
PENGARUH DORONGAN MANAJEMEN
LINGKUNGAN,MANAJEMEN LINGKUNGAN PROAKTIF DAN KINERJA LINGKUNGAN
TERHADAP PUBLIC ENVIRONMENTAL
REPORTING
Muhammad Ja'far S.1
Universitas Islam Sultan Agung
Semarang
Dista Amalia Arifah2
Universitas
Islam Sultan Agung Semarang
Fenomena
yang terjadi :
Sadar atau tidak, dampak faham ekonomi kapitalis telah
banyak menjalar pada dunia industri modern dewasa ini. Banyak perusahaan yang
menerapkan konsep maksimasi laba (salah satu dari konsep yang dianut kaum
kapitalis) namun bersamaan dengan itu mereka telah melanggar konsensus dan
prinsip-prinsip maksimasi laba itu sendiri. Prinsip-prinsip yang dilanggar
tersebut antara lain adalah kaidah biaya ekonomi (economic cost), biaya
akuntansi (accounting cost) dan biaya kesempatan (opportunity cost).
Implikasi dari pelanggaran terhadap prinsip-prinsip tersebut diantaranya adalah
terbengkalainya pengelolaan (manajemen) lingkungan dan rendahnya tingkat
kinerja lingkungan serta rendahnya minat perusahaan terhadap konservasi
lingkungan. Pelanggaran terhadap opportunity cost misalnya, telah memberi
dampak yang signifikan bagi keberlanjutan (sustainability) lingkungan
global.
Permasalahan
lingkungan sekarang semakin menjadi perhatian yang serius, baik oleh konsumen,
investor maupun pemerintah. Investor asing memiliki kecenderungan mempersoalkan
masalah pengadaan bahan baku dan proses produksi yang terhindar dari munculnya
permasalahan lingkungan, seperti: kerusakan tanah, rusaknya ekosistem, polusi
air, polusi udara dan polusi suara. Senada dengan para investor, pemerintah
mulai memikirkan kebijakan ekonomi makro-nya terkait dengan pengelolaan
lingkungan dan konservasi alam.
Penelitian sebelumnya yang
terkait :
Penelitian terdahulu oleh Cahyono
(2002) terhadap perusahaan tekstil, jamu dan kosmetik, sabun mandi, pupuk dan
gas sebagai perusahaan yang rentan terhadap lingkungan di Kota Semarang,
hasilnya mengindikasikan bahwa sejumlah 66,7% dari perusahaan yang menjadi
responden tidak berperan aktif dalam pembentukan Undang-undang / Peraturan
mengenai lingkungan, baik secara individu maupun melalui asosiasi. Hasil lain
mengindikasikan bahwa sebanyak 66,7% dari responden belum pernah mengikuti
penyuluhan tentang Analisis mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Lebih lanjut,
fakta empirik ini juga mengindikasikan rendahnya tindakan proaktif perusahaan
dalam menciptakan kepedulian terhadap lingkungan.
Kepedulian kepada lingkungan
sebenarnya juga muncul akibat berbagai dorongan dari pihak luar perusahaan
(Berry dan Rondinelli, 1998), antara lain: pemerintah, konsumen, stakeholder
dan persaingan. Untuk menindaklanjuti berbagai dorongan ini, maka perlu
diciptakan pendekatan secara proaktif dalam meminimalkan dampak lingkungan yang
terjadi. Hasil akhir tindakan proaktif manajemen lingkungan tersebut adalah
terciptanya kinerja lingkungan perusahaan yang lebih baik.
Penelitian Pfleiger et al (2005)
menunjukkan bahwa usaha-usaha pelestarian lingkungan oleh perusahaan akan
mendatangkan sejumlah keuntungan, diantaranya adalah ketertarikan pemegang
saham dan stakeholder terhadap keuntungan perusahaan akibat pengelolaan
lingkungan yang bertanggungjawab dimata masyarakat. Hasil lain mengindikasikan
bahwa pengelolaan lingkungan yang baik dapat menghindari klaim masyarakat dan
pemerintah serta meningkatkan kualitas produk yang pada akhirnya akan dapat
meningkatkan keuntungan ekonomi.
Di sisi lain, sebagian perusahaan
dalam industri modern menyadari sepenuhnya bahwa isu lingkungan dan sosial juga
merupakan bagian penting dari perusahaan disamping usaha-usaha mencapai laba
(Pflieger, et al, 2005). Lebih lanjut, Ferreira (2004) menyatakan bahwa
persoalan konservasi lingkungan merupakan tugas setiap individu, pemerintah dan
perusahaan. Sebagai bagian dari tatanan sosial, perusahaan seharusnya
melaporkan pengelolaan lingkungan perusahannya dalam annual report. Hal
ini karena terkait dengan tiga aspek persoalan pentingan: keberlanjutan aspek
ekonomi, lingkungan dan kinerja sosial. Persoalannya memang pelaporan
lingkungan dalam annual report, di sebagian besar negara termasuk Indonesia,
masih bersifat voluntary. Di Indonesia sendiri, kewajiban pelaporan
dampak linkungan yang ditetapkan oleh kementrian lingkungan hidup RI hanyalah
merupakan pengungkapan yang bersifat non-publik (khusus terhadap insitusi
pemerintah yang terkait).
Meskipun demikian,
penelitian-penelitian yang berkaitan dengan pelaporan lingkungan (environmental
disclosure) oleh perusahaan telah mengalami peningkatan yang signifikan
sejak empat dekade terakhir (Bates, 2002; Welford, 1998). Secara umum,
penelitian-penelitian mengenai environmental disclosure difokuskan pada
hubungan antara kinerja lingkungan dengan environmental disclosure (Patten,
2002; Deegan dan Rankin, 1996), kualitas environmental disclosure (Cunningham
& D. Gadenne, 2003; Gamble et al, 1995; Belal 2000), hubungan environmental
disclosure dengan strategi (Niskanen dan Terhi Nieminen, 2001; Solomon dan
Linda Lewis, 2002; Elkinton, 1994), dan perbandingan pelaporan environmental
disclosure antar negara (Nyquist, 2003; Atkinton, 1999).
Review yang dilakukan oleh Berthelot,
et al, (2003) menunjukkan bahwa penelitian mengenai hubungan antara environmental
disclosure dengan kinerja keuangan cukup banyak dilakukan. Beberapa
peneliti umumnya menggunakan variabel kinerja keuangan atau pasar modal sebagai
prediktor bagi kinerja lingkungan atau environmental disclosure itu
sendiri (lihat Stanwick dan Peter A. Stanwick, 2000; Reichardson dan Welker,
2001; Cormier dan Magnan, 2001). Di Indonesia sendiri penelitian yang menguji
hubungan kedua variabel telah dilakukan oleh Susy (2005). Dari hasil
investigasi penelitian terdahulu tersebut, nampak bahwa penelitian yang
menggunakan variabel non keuangan sebagai prediktor kinerja lingkungan masih
sangat dilakukan. Disamping itu, penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi
pengungkapan environmental performance dalam annual report juga masih
sangat jarang dilakukan (Berthelot, et al, 2003).
Berry dan Rondinelli (1998) dan
Pfleiger et al (2005) menyatakan bahwa kinerja lingkungan sangat dipengaruhi
oleh sejauh mana dorongan terhadap pengelolaan lingkungan dilakukan oleh
berbagai instansi khusunya instansi pemerintah. Kinerja lingkungan juga akan
tercapai pada level yang tinggi jika perusahaan secara proaktif melakukan
berbagai tindakan manajemen lingkungan secara terkendali. Berangkat dari
pemikiran tersebut, penelitian ini dilakukan untuk mengeksplorasi variabel
dorongan manajemen lingkungan dan manajemen lingkungan proaktif sebagai
prediktor bagi kinerja lingkungan perusahaan. Selanjutnya, dengan adanya
dorongan dan tindakan proaktif perusahaan dalam pengelolaan lingkungan serta
adanya kinerja lingkungan yang tinggi, manajemen perusahaan diharapkan akan
terdorong untuk mengungkapkan tindakan manajemen lingkungan tersebut dalam annual
report.
Rumusan Masalah :
Berdasarkan uraian diatas maka dapat
diambil suatu pengertian bahwa selama ini perusahaan tidak terlalu
memperhatikan lingkungan perusahaan tersebut, sehingga dampak dari kurangnya
perhatian kepada lingkungan tersebut sudah semakin nyata dalam kehidupan
sehari-hari seperti bencana-bencana yang terjadi selama ini, baik itu yang
menimpa perusahaan maupun diluar perusahaan yang sangat dirasakan oleh
masyarakat. Permasalahan yang timbul dalam penbelitian ini yaitu, sejauh mana
dorongan manajemen lingkungan dan manajemen lingkungan proaktif berpengaruh
terhadap kinerja lingkungan, serta sejauh mana ketiga variabel tersebut
mempengaruhi ada tidaknya environmental disclosure dalam annual report.
Tujuan penelitian ini adalah mengungkap sejauh mana pengaruh dorongan manajemen
lingkungan, manajemen lingkungan proaktif dan kinerja lingkungan mempengaruhi
kinerja lingkungan, serta sejauh mana pola hubungan keempat variabel tersebut.
Grand
Theory :
Teori utama yang dipakai dalam penelitian
ini yaitu teori legitimacy
yang merupakan Environmental disclosure. Manajemen perusahaan juga akan
terdorong untuk melakukan pengungkapan environmental disclosure dalam annual
report sebagai bagian dari tanggungjawab sosial perusahaan. Persoalan
pengungkapan environmental disclosure dalam media publik seperti annual
report merupakan hal penting bagi perusahaan ditinjau dari perspektif strategi
dan tanggungjawab sosial terhadap publik.
Desain
Penelitian :
Jenis
data dalam penelitian ini adalah data subyek untuk variabel dorongan manajemen
lingkungan, manajemen lingkungan proaktif dan kinerja lingkungan, sedangkan
untuk variabel public environmental disclosure merupakan data obyek.
Sumber data penelitian adalah primer (untuk data subyek) dan sekunder (untuk
data obyek).
Teknis
Analisis Data :
Pengumpulan data dilakukan dengan dua
cara: mail / electronic mail / direct survey (data subyek) dan literatur survey
(data obyek). Penelitian ini dilakukan pada tahun 2006 dengan mengambil data
dari perusahaan go public yang terdaftar di BEJ. Data public
environmental disclosure diambil melalui annual report (2005) dan ICMD
(2005). Pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive random
sampling. Purposive ditentukan dengan kriteria perusahaan yang tergolong
dalam industri manufaktur. Pertimbangan industri manufaktur digunakan karena
industri ini paling potensial menghasilkan limbah dan pencemaran lingkungan
dibanding perdagangan dan jasa. Dari 275 perusahaan yang tergolong dalam
industri manufaktur dipilih 100 perusahan dengan cara random. Penentuan jumlah
100 perusahaan atas dasar teorema limit bahwa sampel minimal dalam suatu
populasi adalah 30 untuk memenuhi distribusi normal. Dengan tingkat respon rate
minimal 30%, maka jumlah sampel dianggap tercukupi jika pengiriman kuesioner
dilakukan terhadap 100 responden. Dari 100 kuesioner yang dikirimkan via pos,
27 perusahaan memberikan jawaban lewat kuesioner, 9 perusahaan berhasil
dihubungi untuk memberikan jawaban lewat wawancara langsung, dan 17 perusahaan
menjawab via email. Total respon perusahaan adalah 53 perusahaan dengan respon
rate 53%. Pengujian hipotesis pertama dilakukan dengan multiple regression sedangkan untuk hipotesis
kedua digunakan discriminant analysis. Penggunaan discriminant
analysis dilakukan karena variabel dependent (ada tidaknya public
environmental disclosure) merupakan variabel kategor, dan seluruh variabel
independent memiliki distribusi normal
PENELITIAN
NON-POSITIVISTIC
MANAJEMEN LABA PADA PERUSAHAAN YANG
MELANGGAR PERJANJIAN UTANG 1
NURUL
HERAWATI
Politeknik
YDHI Yogyakarta
ZAKI
BARIDWAN
Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta
Fenomena
yang terjadi :
Pelanggaran
terhadap batasan-batasan yang termuat dalam perjanjian utang merupakan hal yang
menakutkan bagi manajemen. Hal ini dikarenakan pelanggaran perjanjian utang
amat merugikan (Watts dan Zimmerman, 1986). Pelanggaran perjanjian cenderung
dapat memberikan beban yang berat bagi perusahaan. Hal ini disebabkan
perusahaan pelanggar perjanjian utang secara potensial menghadapi berbagai
pinalti keuangan, seperti kemungkinan percepatan jatuh tempo utang, peningkatan
dalam tingkat bunga, negosiasi ulang masa utang (Beneish dan Press 1995 dalam
Fargher et al., 2001). Selain itu, pelanggaran awal atas perjanjian utang
dikaitkan dengan peningkatan signifikan pada risiko sistematis dan
non-sistematis (Fargher et al., 2001) dan menimbulkan kos pelanggaran yang
substantial (Beneish dan Press, 1993).
Peneliti sebelumnya :
Beberapa
studi sebelumnya telah menemukan indikasi bahwa manajer perusahaan yang
mengalami tekanan keuangan, khususnya perusahaan dengan pelanggaran perjanjian
utang akan menanggapi dengan pilihan kebijakan akuntansi yang meningkatkan laba
yang dilaporkan yaitu DeFond dan Jiambalvo (1994); Sweeney (1994); Peltier-Rivest
(1999); Jaggi dan Lee (2001); dan Rosner (2003). Sedangkan beberapa studi lain
menyatakan bahwa manajer lebih mungkin melakukan manajemen laba yang menurunkan
laba untuk menyoroti kesulitan keuangan perusahan yaitu DeAngelo et al. (1994);
Jaggi dan Lee (2001) dan Saleh dan Ahmed (2005).
Penelitian-penelitian
tersebut telah menginvestigasi secara empiris hipotesis perjanjian utang.
Meskipun sejumlah besar studi pada bidang ini, hasilnya sebagian besar masih
beragam. Di Indonesia, penelitian pada bidang ini sangat terbatas dimana isunya
sedikit berbeda (yaitu perusahaan yang mengalami masalah seperti Surifah 2001;
Amanah 2002; Syam 2004; dan Kusumawati dan Sasongko 2005) serta perusahaan yang
memiliki kontrak perjanjian utang (Andriyani, 2004) dan hasilnya pun masih
beragam. Hasil menunjukkan bahwa ada yang tidak berhasil menemukan indikasi
manajemen laba ketika perusahaan bermasalah (Amanah 2002; Syam 2004); ada yang
menemukan indikasi manajemen laba yang meningkatkan laba ketika dalam kondisi
bermasalah (Djakman 2003; Kusumawati dan Sasongko 2005) dan ada juga yang
menemukan indikasi manajemen laba yang menurunkan laba yang dilaporkan
(Kusumawati dan Sasongko, 2005). Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan
untuk memberikan bukti empiris mengenai pola praktik manajemen laba yang
dilakukan oleh perusahaan yang melanggar perjanjian utang dan mengenai apakah
perusahaan yang melanggar perjanjian utang melakukan manajemen laba lebih besar
daripada perusahaan yang tidak melanggar perjanjian utang, dengan cara menguji
kembali praktik manajemen laba yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang
melanggar perjanjian utang.
Rumusan Masalah :
Berdasarkan
uraian di atas, maka penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana
mengatasi pelanggaran-pelanggaran terhadap batasan-batasan yang termuat dalam
perjanjian utang yang merupakan hal menakutkan bagi manajemen.
2. Bagaimana
mengatasi pelanggaran perjanjian cenderung dapat memberikan beban yang berat
bagi perusahaan.
3. Bagaimana
mengatasi pelanggran awal atas perjanjian utang dikaitkan dengan peningkatan
signifikan pada risiko sistematis dan non-sistematis dan menimbulkan kos
pelanggaran yang substantial.
Grand Theory :
Teori
yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teori keagenan dimana dalam hal kontrak utang, perusahaan
merupakan agen dan kreditur sebagai prinsipal. Dengan begitu, perusahaan
sebagai agen berkeinginan memaksimumkan dirinya tetapi ia tetap selalu berusaha
memenuhi kontrak. Dalam pelaksanaannya, terdapat dua kemungkinan yang dapat
terjadi yaitu perjanjian utang dipenuhi sesuai dengan yang diperjanjikan atau
perjanjian utang dilanggar.
Perusahaan
yang memenuhi perjanjian utangnya akan mendapatkan penilaian kinerja yang baik
dari kreditur. Hal ini karena perjanjian utang digunakan oleh pemberi pinjaman
komersial sebagai sistem peringatan awal untuk memberikan sinyal
masalah-masalah keuangan peminjam. Ketika suatu perjanjian dilanggar maka
sebaliknya, perusahaan akan mendapatkan penilaian kinerja yang buruk dari
kreditur.
Desain Penelitian :
Populasi
penelitian ini terdiri dari semua perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa
Efek Jakarta. Metoda pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive
sampling dengan kriteria sebagai berikut: 1) Perusahaan-perusahaan
manufaktur yang terdaftar di BEJ perioda amatan 2000-2004. Alasan penggunaan
perioda ini adalah untuk mengeluarkan perioda krisis yang pernah terjadi di
Indonesia yaitu perioda 1997. Sampel juga dibatasi hanya perusahaan manufaktur
karena perusahaan non-manufaktur akan memiliki karakteristik yang berbeda. 2)
Perusahaan yang melakukan pelanggaran perjanjian utang serta menyatakannya di
catatan laporan keuangannya atau dinyatakan dalam laporan auditor independen.
3) Perusahaan yang mengungkapkan perjanjian utang-rasio keuangan dan tidak menyatakan
pelanggaran perjanjian utang diklasifikasikan sebagai perusahaan kontrol.
Informasi tentang tidak melanggarnya perusahaan kontrol ini dicek melalui
catatan laporan keuangan dan laporan auditor independen. 4) Perusahaan memiliki
data sembilan tahun yaitu lima tahun mulai t-2 sampai t-6 merupakan perioda
estimasi sedangkan t-1, t dan t+1 merupakan perioda kejadian.i 5)
Perusahaan-perusahaan yang datanya tidak lengkap dikeluarkan dari sampel.
Data
yang digunakan adalah: (a) data pelaporan perusahaan mengenai pernyataan
kepatuhan dan pelanggaran perjanjian utang yang terkait dengan rasio keuangan
serta pembayaran pokok dan bunga, dinyatakan pada catatan laporan keuangan dan
laporan auditor independen dan (b) data untuk perhitungan akrual dapat
diperoleh dari laporan tahunan dan Indonesian Capital Market Directory.
Teknik Analisi Data :
Pertama
dilakukan uji asumsi klasik diperlukan untuk memperoleh parameter-parameter
dari persamaan regresi yang akan digunakan untuk menghitung nilai non-discretionary
accruals. Kedua, uji hipotesis dengan menggunakan uji beda pada perioda
sebelum dan saat terjadi pelanggaran utang. Sebelum menentukan alat uji beda
parametrik atau nonparametrik yang akan digunakan pada pengujian hipotesis satu
dan dua maka dilakukan uji normalitas data untuk menentukan alat uji yang
digunakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar